Oleh Berto Gobai
Jayapura, Papua Pembangunan Asrama Swadaya RPM Simapitowa (Siriwo, Mapia, Piyaiye, Topo, dan Wanggar) di Kota Studi Jayapura merupakan perjalanan panjang penuh harapan dan perjuangan. Gagasan untuk membangun asrama ini sudah direncanakan sejak tahun 2007, namun baru terealisasi secara simbolis lewat peletakan batu pertama pada 25 Oktober 2025.
Momentum tersebut menjadi bukti nyata bahwa semangat mahasiswa RPM Simapitowa tidak pernah padam dalam memperjuangkan impian besar: memiliki tempat tinggal yang layak bagi pelajar dan mahasiswa asal wilayah Simapitowa di Jayapura.
Bagi mereka, asrama bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol kebersamaan, perjuangan, dan cinta terhadap generasi penerus. Melalui asrama inilah mereka ingin menanamkan nilai solidaritas dan tanggung jawab bagi anak-anak muda Simapitowa di masa depan.
Pembangunan asrama swadaya ini dilakukan dengan penuh semangat gotong royong. Mahasiswa RPM Simapitowa bersama masyarakat lima distrik Siriwo, Mapia Timur, Piyaiye, Mapia Barat, dan Wanggar bahu membahu menggalang dana dan dukungan.
Sebagai bentuk nyata perjuangan, para mahasiswa mengadakan turnamen di Lapangan Kaladiri II Nabire, yang berhasil mengumpulkan dana sebesar tiga ratus juta rupiah. Dana tersebut murni berasal dari partisipasi dan sumbangan masyarakat lima distrik.
Turnamen itu bukan sekadar ajang olahraga, melainkan simbol persatuan dan tekad untuk mewujudkan impian bersama. Di balik setiap pertandingan, terselip doa orang tua dan air mata harapan agar anak-anak mereka memiliki tempat tinggal yang layak di kota studi Jayapura.
“Kami mahasiswa Simapitowa di Jayapura mengucapkan banyak terima kasih kepada masyarakat lima distrik yang terus mendukung kami. Doa dan dukungan kalian adalah kekuatan utama kami,” ungkap salah satu panitia turnamen.
Dalam proses perjuangan ini, muncul suara hati dari kalangan intelektual Simapitowa, salah satunya Paskalis Dogomo, S.Ap, yang turut aktif mendorong percepatan pembangunan asrama.
“Asrama Swadaya RPM Simapitowa ini adalah luka yang belum sembuh. Kami mencintai perjuangan ini, tapi juga merasakan sakitnya karena belum terwujud. Namun saya akan terus berjuang sampai kapan pun agar asrama ini berdiri,” ujar Dogomo dengan nada tegas dan penuh keyakinan.
Dogomo menilai, kolaborasi antara mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah daerah adalah kunci utama. Menurutnya, dukungan dari pemerintah Papua Tengah akan menjadi tonggak penting agar impian ini benar-benar terwujud
Perjuangan membangun asrama swadaya ini bukan semata untuk hari ini, melainkan juga untuk anak cucu di masa depan. Para mahasiswa Simapitowa berharap agar generasi berikutnya tidak lagi merasakan kesulitan yang sama saat menuntut ilmu di tanah rantau.
Mereka percaya, pendidikan adalah jalan untuk membebaskan generasi muda Papua dari keterbelakangan dan ketergantungan. Asrama menjadi simbol kemandirian — tempat di mana karakter, solidaritas, dan tanggung jawab sosial ditempa.
“Orang Papua harus berpikir jauh ke depan. Jangan hanya bahagia hari ini, tetapi pikirkan juga masa depan anak cucu kita. Dari asrama ini, kita sedang menyiapkan generasi yang berkualitas untuk membangun wilayah Simapitowa,” ujar Dogomo menegaskan.
Perjuangan panjang membangun Asrama Swadaya RPM Simapitowa adalah kisah tentang luka, keteguhan, dan harapan. Luka karena penantian yang panjang, namun juga harapan karena semangat untuk terus berdiri tidak pernah padam.
Di tengah segala keterbatasan, mahasiswa Simapitowa tetap percaya: bahwa dari doa dan air mata, akan tumbuh bangunan penuh makna rumah kedua bagi generasi penerus Papua Tengah.
Penulis: Berto W. Gobai Mahasiswa Jayapura dan Anggota Aktif RPM Simapitowa

0 Komentar