Oleh: Theresia Iyai
Tulisan ini didedikasikan sebagai wujud doa dan harapan
tulus dari salah satu anggota RPM Simapitowa, mendukung perjuangan generasi
muda Tota Mapiha di Jayapura. Mereka berupaya keras membangun rumah harapan
baru sebagai tempat tinggal, wadah pembelajaran, dan ruang merajut masa depan
abadi yang lahir dari kebersamaan, kerja keras, dan kecintaan terhadap tanah
Simapitowa.
Awal Mula
Perjuangan: Semangat Mandiri dari Siriwo Mapia Piyaiye Topo Wanggar
Di
Tanah Papua, jauh di balik rimbunnya hutan dan tingginya pegunungan Siriwo
Mapia Piyaiye Topo Wanggar (Simapitowa), kisah-kisah besar senantiasa terlahir
dari langkah-langkah kecil. Kisah ini tidak berasal dari gedung-gedung megah,
melainkan dari semangat sederhana untuk berdiri di atas kaki sendiri. Semangat
tersebut kini hidup kembali di Jayapura.
Para
pemuda-pemudi Simapitowa yang datang ke kota ini untuk menuntut ilmu tengah
menuliskan sejarah baru. Mereka memulai pembangunan Asrama Swadaya RPM Simapitowa, sebuah rumah yang mereka sebut
sebagai “rumah harapan baru bagi generasi emas Tota Mapiha.”
Asrama
ini tidak hanya didirikan dari batu dan semen, melainkan dari untaian doa,
kerja keras, dan semangat kolektif. Di tengah keterbatasan dan minimnya uluran
dukungan, mereka memilih untuk teguh dan tidak menyerah. Mereka meyakini bahwa
harapan dapat tumbuh dari tangan sendiri, melahirkan calon-calon guru, perawat,
jurnalis, bahkan dokter dan sastrawan.
Bagi
sebagian besar anak muda Papua, merantau ke Jayapura merupakan impian besar.
Kota ini dikenal sebagai pusat pendidikan tertua di Papua. Namun, realitas di
lapangan menunjukkan bahwa banyak pelajar dan mahasiswa asal Simapitowa harus
berjuang keras untuk bertahan. Sebagian terpaksa berpindah-pindah kos karena
keterbatasan biaya sewa, menumpang di rumah teman, bahkan tinggal di hunian
darurat yang kebocoran saat hujan deras. Tidak sedikit yang terpaksa berhenti
kuliah karena tingginya biaya hidup.
Sementara
itu, di kampung halaman, para orang tua – yang mayoritas berprofesi sebagai
petani dan pemburu – hanya mampu memanjatkan doa. Mereka hidup dalam
kesederhanaan, tetapi memelihara harapan besar agar anak-anak mereka dapat
menyelesaikan pendidikan dan menjadi pelita bagi keluarga dan kampung halaman.
Peletakan
Batu Pertama: 18 Tahun Menanti
Tanggal
25 Oktober 2025 menjadi hari
bersejarah. Di lokasi yang terletak di belakang Gereja Harapan Abepura, batu
pertama pembangunan asrama diletakkan. Bagi khalayak umum, acara tersebut
mungkin terlihat sederhana. Namun, bagi keluarga besar RPM Simapitowa, hari itu
dipenuhi haru dan sukacita. Batu pertama menjadi simbol bahwa perjuangan selama
18 tahun, sejak tahun 2007,
akhirnya mulai terwujud.
Sejak
2007, RPM Simapitowa telah berjuang menggalang dana secara mandiri. Mereka
mengadakan berbagai kegiatan salah satunya adalah turnamen Simapitowa cup yang
selalu di selenggarakan setiap tahun di bulan juni dan juli. Kegiatan seremoni
ini menjadi pendapatan utama rpm simpitowa untuk merealisasikan pembangunan
asrama swadaya rpm simapitowa yang permanen di Jayapura.
Hasil
perjuangan yang gigih dan bertahap ini akhirnya membuahkan hasil, hingga batu
pertama dapat diletakkan. Kepala Suku Umum Wilayah Simapitowa, Bapak Fabianus
Tebai, menyampaikan dengan haru, “Pembangunan ini bukan sekadar proyek,
melainkan panggilan hati untuk menyiapkan masa depan generasi kita.”
Makna
Sejati Asrama Swadaya
Asrama
ini disebut "swadaya"
karena benar-benar dibangun melalui tenaga, inisiatif, dan pembiayaan dari
masyarakat sendiri. Tidak ada bantuan finansial skala besar dari pemerintah
atau sponsor korporat. Seluruhnya berasal dari sumbangan kecil masyarakat,
jemaat gereja, alumni, dan para dermawan yang percaya bahwa pendidikan memiliki
daya ubah kehidupan.
Nantinya
asrama ini akan berfunsi sebagai tempat tinggal; ia adalah rumah belajar kehidupan, tempat
berbagi, saling membantu, dan saling menjaga dan akan menjadi tempat percetakan
SDM yang unggul diwilayah simapitowa dan papua pada umumnya. Pendidikan tidak
hanya dimaknai sebagai perolehan nilai atau gelar akademik, tetapi juga
pembentukan pribadi yang baik dan bertanggung jawab.
asrama
ini juga akan menjadi tempat RPM Simapitowa belajar tidak hanya ilmu akademik,
tetapi juga adat istiadat, bahasa, dan
nilai-nilai luhur nenek moyang. Kebersamaan diisi dengan doa, nyanyian
pujian, dan saling mengingatkan untuk tetap rendah hati dan mengenang asal-usul
kampung halaman.
Doa dari
Kampung dan Peran Perempuan
Di
kampung, para orang tua tak henti-hentinya mendoakan kekuatan anak-anak mereka
di kota. Doa ini menjadi energi spiritual yang besar. Saat anak-anak di kota
merasa lelah atau kehabisan bekal, mereka teringat pada wajah orang tua di
kampung, menyadari bahwa perjuangan mereka adalah harapan seluruh keluarga
besar.
Dalam
pembangunan asrama swadaya yang terlibat bukan hanya para lelaki tetapi juga Para
perempuan juga memegang peranan krusial. Para mama di kampung menjual anyaman noken anggrek, hasil kebun seperti
kacang tanah, sayur, keladi, hingga babi untuk disumbangkan. Sementara
mahasiswi di kota aktif mengatur kegiatan penggalangan dana dan menjaga
semangat kebersamaan organisasi. Mereka adalah tulang punggung moral dan spiritual dari perjuangan ini.
Tantangan
dan Ajakan Solidaritas
Meskipun
batu pertama telah diletakkan, perjalanan pembangunan masih panjang. Biaya yang
dibutuhkan masih besar, sementara bantuan terbatas. Oleh karena itu, RPM
Simapitowa membutuhkan uluran dukungan dari berbagai pihak: masyarakat,
institusi gereja, pemerintah, intelktual, dan alumni untuk memberikan dukungan
berupa moril dan materil demi terwujutnya aseama swadaya di kota studi Jayapura.
Setiap doa dan sumbangan, sekecil apa pun, adalah kontribusi terhadap sejarah
besar—sejarah tentang generasi muda yang bangkit karena cinta dan kebersamaan.
"Apabila kita menanam dengan hati, hasilnya akan bertahan selamanya."
Batu Kecil
yang Mengandung Harapan Besar
Asrama
Swadaya RPM Simapitowa bukan sekadar konstruksi fisik; ia adalah rumah pengetahuan, rumah persaudaraan, dan
rumah harapan. Batu pertama yang kecil tersebut memiliki makna mendalam.
Dari fondasi inilah akan tumbuh Generasi
Simapitowa yang kuat, terdidik, dan berjiwa nasionalis. "Batu boleh
kecil, tetapi jika diletakkan dengan hati, ia akan menjadi dasar yang kokoh
untuk masa depan."
Dari
batu kecil ini, akan berdiri sebuah rumah besar yang menabur benih impian
anak-anak Papua untuk mencintai diri, keluarga, dan tanah Papua. Asrama Swadaya
RPM Simapitowa adalah penanda kebangkitan baru masyarakat
Simapitowa—kebangkitan yang lahir bukan dari janji-janji politis, melainkan
dari kerja keras dan kecintaan tulus
anak-anaknya sendiri.
(Penulis
adalah anggota RPM Simapitowa dan siswi SMA YPPDK Gabungan Jayapura.)

0 Komentar