Oleh: Anna Tekege
Asrama ini tumbuh dari doa dan harapan, dari hati-hati yang tak pernah lelah bermimpi, dari tangan-tangan muda yang belajar memberi arti pada perjuangan, persaudaraan, dan cinta tanah sendiri.
Dulu, ia hanyalah mimpi kecil di ujung langit Mapia, sebuah harapan yang terucap lirih di malam sunyi. Kini, ia mulai berdiri perlahan di tanah Jayapura yang menyambut langkah kami dengan debu, keringat, dan cahaya pagi.
Batu demi batu ditata bukan dengan kekayaan, melainkan dengan tekad dan keyakinan. Tiap bata adalah doa, tiap semen adalah harapan yang direkatkan oleh persatuan anak-anak Simapitowa yang percaya bahwa rumah sejati dibangun dengan hati.
Asrama ini bukan hanya tembok dan atap, tetapi taman tempat cita-cita bertumbuh, tempat jiwa muda ditempa menjadi baja, tempat ilmu dan iman berjumpa menjadi pelita bagi masa depan Mapia, Piyaiye, Topo, Siriwo, dan Wanggar.
Kami datang dari lembah dan bukit, menyatu dalam nama yang satu Simapitowa. Kami bekerja, bahu-membahu, menyusun bata di bawah panas dan doa,karena kami percaya setiap peluh adalah persembahan, setiap langkah adalah kesaksian iman.
Dukungan dan doa dari tanah asal, mengalir seperti sungai yang tak pernah berhenti, menyirami semangat kami di tanah perantauan ini. Dari orang tua yang berdoa di kampung, hingga sahabat yang ikut mengangkat semen di kota, semuanya adalah bagian dari kisah suci ini kisah tentang membangun dengan kasih.
Asrama ini tumbuh dari cinta yang tak terlihat, dari suara hati yang berbisik “Teruslah berdiri, teruslah tumbuh.” Dan kelak, ketika bangunan ini selesai, akan terdengar tawa dan nyanyian di setiap jendelanya.
Anak-anak Simapitowa akan belajar, berdoa, dan bermimpi di sini di rumah yang mereka dirikan sendiri. Asrama ini tumbuh dari doa dan harapan, dan setiap dindingnya akan mengingat satu hal bahwa persatuan dan kasih selalu lebih kuat dari segala keterbatasan. (*)

1 Komentar
RPM SIMAPITOWO LUAR BIASA
BalasHapus