Oleh: Yanuarius Wakei
Sore
ini hujan merajai sejak tadi. Gunung ciklop dan gunung abe hilang dalam kabut. Sang
surya pun menyera tak berani menampakan cahaya agungnya. Beberapa jalan utama
pun terendam banjir. Kali kamorker yang sempat kering kini sudah banjir sejak
tadi. Asram putri nabire pun terendam banjir hingga batas betis orang dewasa.
bagi sebagian orang hujan adalah berkah yang tuhan kasih untuk menumbuhkan
tumbuh tumbuhan yang ditanami di pekarangan rumah dan di kebun, tapi hujan bagi
yopi dan kawan kawan yang menempati tiga kubuk tua itu. Bagi mereka hujan
adalah musibah serius. Ketika hujan jika mereka tidak mengamankan buku, kasur
dan pakaian ke tempat yang kering maka semua akan basa kuyup.
Udara lembab merambat masuk lewat celah jendela
daunseng keropos. Tetesan hujan menetes di atap seng kemudian merambat masuk
menetes dalam gubuk gubuk itu. Gubuk gubuk milik mahasiswa sudah tak terawat
baik. papan papan sudah rapuk setiap ujung menjadi hidangan kakarlak. Daunseng
sudah berkarat kekuningan yang kini meninggalkan lubang lubang kecil. Jika menatari
menembusi terlihat cahaya cahaya kecil menerobos masuk membentuk sinar kecil,
tapi ketika hujan menjadi musibah serius bagi mahasiswa yang mendiami gubuk
itu.
Gubuk
gubuk itu memilik yang dihuni beberapa mahasiswa asal mapia ada
laki laki juga ada perempun. Gubuk gubuk itu menjadi tempat tumpuan harapan
mereka. Bagi orang lain, bangunan bangunan gubuk itu mungkin tampak reyot. Tapi
bagi mereka yang tinggal di dalamnya, itulah rumah, tempat mereka menuntut
ilmu. Tempat inilah mereka menyanyam harapan akan sukses dimasa depan. Dan di
tempat ini pulah sudah melahikan banyak sarjana yang kini sudah berkarya di
berbagai daera seperti di Nabire dan Dgiyai Juga di jayapura. Kadang
“Maria,
Cepat! Embernya sini!” teriak Yopi sambilmenutupi sengk yang bolong itu
mengunakan pakainnya.
“
waduh, bocor lagi ya! Serunya benar benar menyera memayugi gubuk kita ini”
gumam maria sembari menyerakan baskom kepada yopi.
Yopi tertawa. “Kita juga hampir menyerah, tapi tidak boleh kalah sama seng!”
Tawa
kecil itu menembus riuh hujan. Begitulah kehidupan digubuk gubuk tua ini, keras,
tapi hangat. Mereka belajar bertahan dari keterbatasan, berbagi dari
kekurangan, dan saling menguatkan saat dunia seolah menutup mata pada mereka.
“Kita tidak bisa terus begini, Kalau kita mau masa depan yang lebih baik, kita
harus mulai dari rumah ini. Kita harus hidupkan kan lagi mimpi yang terkandas
setahun ini. mulai besok kita akan bersikan lokasi yang sudah di beli oleh kaka
kaka kita dahulu. Dan untuk mendapatkan dana itu kita harus buat pertandingan. Hal
ini akan kita bicarakan saat kita adakan rapat atau pun diskusi dengan semua
anggota rpm simapitowa” ucap ketua rpm simapitowa, sembari mengisap roko
Hening
menyelimuti. Ide itu seperti mimpi di tengah gelap indah tapi nyaris mustahil. Namun jika mereka
tidak memulai mimpi itu tak akan pernah terwujud.
Setahun
tetalah berlalu. Kegiatan turnamen simapitowa cup ke 7 sudah digelar.
Pagi
ini matahari mengising terang diufuk timur. Gunung jiklop terlihat nangagah
membiru. Angina sepoi sepoi menerpa setiap angota rpm simapitowa yang hadir di
lokasi pembangunan asrama swadaya. Panitia turnamen berdiri nan gagah di meja
rapat di dampingi sekertaris di sisi kanan dan bendahara di sisi kiri. Di depan
mereka diatas meja seikat uang hasil turnamen sudah di letakan.
“
uang sudah ada sekarang apa yang akan kita lakukan dengan uang ini.” Tanya panitia kepada anggota yang hadir.
“
kita harus kerja sesuai dengan janji kita kepada masyarakat mapia pada saat
pembukaan turnamen, ya itu meletakan batu pertama pembangunan asrama swadaya.” Ucap
timo
“
betul, beberapa gubuk sudah tidak bisa lagi di huni, maka kita harus segera
bangun asrama ini. jika tidak bukan hanya kita tapi kita punya ade ade juga
akan jadi kotban” ucap yopi meyusul usulan timo sebagai bentuk setuju.
“Baik
uang ini kita akan gunakan untuk peletakan batu pertama pembanguna asrama
swadaya. Kita memimikan hal besar maka kepada kita juga harus siap mental untuk
berkorban.” Ucap ketua panita turnamen.
Waktu
bergulir cepat. Musim hujan berganti kemarau. Tepat tanggal 25 bulan 10 tahun
2025 menjadi hari bersejara yang akan di ceritakan generasi ke generasi momen
peletakan batu pertama ini. dari mimpi yang kecil kini menjadi mimpi yang
besar.

0 Komentar