Oleh: Daniel Iyai
Kisah ini adalah potret nyata perjuangan mahasiswa dan mahasiswi Rumpun Pelajar dan Mahasiswa Siriwo Mapia Piyaiye Topo Wanggar (RPM SIMAPITOWA) di Kota Studi Jayapura, Papua. Dulu, mereka hidup dengan segala keterbatasan, terutama soal tempat tinggal. Tanpa asrama resmi, mereka harus berpindah-pindah dari satu kos ke kos lain, dari gubuk ke rumah kontrakan, hanya demi bisa melanjutkan kuliah.
Tidak sedikit dari mereka yang tidur berdesakan di kamar sempit, bahkan membagi satu ruangan kecil menjadi dua agar bisa menampung lebih banyak teman. Namun, di balik kesulitan itu, tumbuh rasa kebersamaan, kepedulian, dan tekad yang kuat suatu hari, kami harus punya asrama sendiri.
Dari obrolan-obrolan kecil di malam hari, dari diskusi hangat di sela perkuliahan, muncul gagasan tentang “Asrama RPM SIMAPITOWA.” Tempat yang bukan hanya untuk tidur dan berteduh, tapi juga menjadi rumah kedua tempat belajar, berorganisasi, dan menghidupkan semangat kekeluargaan Totamapia di tanah rantau.
Banyak dari mahasiswa itu kini telah lulus dengan prestasi membanggakan. Mereka bekerja di berbagai bidang sebagai pegawai, karyawan swasta, hingga profesional muda. Namun, meski telah menapaki jalan hidup masing-masing, semangat kebersamaan itu tidak pernah padam. Mereka kembali bersatu, bergandengan tangan, ikut berpartisipasi dalam pembangunan Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA.
Berkat kolaborasi antara mahasiswa aktif, alumni, serta dukungan dari pemerintah daerah Kabupaten Nabire dan Dogiyai, pembangunan asrama ini mulai diwujudkan. Melalui kerja sama yang sederhana mulai dari kegiatan pengumpulan dana, bermain bola amal, hingga gotong royong sedikit demi sedikit fondasi asrama dibangun.
Sebagian alumni bahkan turut turun langsung ke lokasi, memikul bahan bangunan, mencangkul tanah, dan menegakkan tiang pertama. Tindakan itu bukan sekadar membantu membangun sebuah bangunan, melainkan simbol perjuangan dan cinta terhadap generasi penerus. Mereka ingin meninggalkan jejak nyata bahwa perjuangan mereka dulu tidak sia-sia, dan adik-adik mereka tak perlu lagi merasakan kepahitan yang sama.
Kisah ini mengajarkan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan pemantik semangat. Dulu mereka menumpang, kini mereka membangun. Dulu mereka berpindah-pindah tempat tinggal, kini mereka berdiri di atas tanah sendiri, menyusun batu demi batu untuk rumah bersama.
Pada 25 Oktober 2025, RPM SIMAPITOWA akan melaksanakan peletakan batu pertama Asrama Swadaya, sebuah momentum yang telah lama dinantikan. Ini bukan hanya peristiwa pembangunan fisik, tetapi juga tonggak sejarah bagi pelajar dan mahasiswa Totamapia di Jayapura simbol dari kemandirian, kerja keras, dan tekad tanpa batas.
Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA akan menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa, pusat kegiatan belajar, serta wadah pembinaan generasi muda Totamapia yang berpendidikan dan berkarakter. Kami percaya, dari tempat sederhana ini akan lahir pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki akar budaya kuat dan hati yang besar untuk membangun Papua.
Namun, perjuangan ini belum selesai. Kami masih membutuhkan dukungan baik dalam bentuk dana, tenaga, maupun doa dari seluruh masyarakat Totamapia, alumni, dan para intelektual di tanah Papua. Sebab, membangun asrama ini bukan sekadar membangun tembok, melainkan membangun harapan dan masa depan bersama.
Dulu kami mahasiswa yang berpindah-pindah mencari tempat tinggal. Kini kami berdiri bersama, ikut menegakkan tiang harapan itu dengan tangan kami sendiri. Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA bukan hanya milik kami yang membangun, tetapi milik semua yang percaya bahwa mimpi bisa menjadi nyata jika diperjuangkan bersama.
Penulis adalah Mahasiswa dan Anggota Rpm Simapitowa

0 Komentar