Tanah Papua dijuluki sebagai Tanah emas dimata dunia. Namun bangsa Papua kesendiri dianggap tanah sebagai Mama yang memberi sumber kehidupan. Alam yang begitu kaya akan sumber keunikan, gunung-gunung berdiri kokoh, lembah-lembah sungai mewarnai kehijauan. Sungguh, tanah Papua adalah surga yang jatuh ke bumi. Dalam refleksi bulan kemerdekaan bangsa west Papua, ada beberapa catatan dalam ideologi yang berkaitan dengan ketidak adilan keragaman sosial budaya maupun alam Papua yang terus dikuras oleh penguasa penjajah.
Presiden Indonesia, Soekarno, saat itu lantas melakukan aneksasi terhadap West Papua melalui seruan Tri Komando Rakyat (Trikora). Seruan ini dilakukan di Yogyakarta pada 19 Desember 1961, yang kemudian diejawantahkan dalam serangkaian operasi militer yang menumpahkan banyak korban rakyat sipil di tanah Papua. Ini adalah awal mula pendekatan militeristik dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap West Papua. Kondisi ini kemudian diperparah di masa kepemimpinan Orde Baru Soeharto. Orde Baru melakukan segala cara untuk memenangkan PEPERA dan menjadikan West Papua sebagai bagian dari Indonesia.
Meskipun Soeharto telah tumbang, tidak ada perubahan dalam cara pendekatan pemerintah Indonesia terhadap rakyat West Papua. Hingga operasi militer dengan brutal menumpas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) terus digencarkan. Bukan saja tidak efektif, pendekatan militer malah semakin banyak menimbulkan banyak korban warga sipil. Bahkan ditelisik lebih dalam, penggunaan militer di Papua di ubah menjadi bisnis keamanan bagi industri tambang berbagai wilayah di atas tanah Papua.
Apa yang dinamai dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) Oleh Ir.Soekarno, bagi bangsa Kolonial Indonesia adalah kemanangan atas rebut dan kuasai wilayah Papua (Nederland New Guinea),Tapi Bagi bangs Papua, Trikora 19 Desember 1961 adalah kejahatan awal dari pada kolonialsme Indonesia terhadap Rakyat Papua barat, karena bangsa west Papua Telah merdeka secara de facto dan de jure tepatnya 1 Desember 1961 di Holandia, dengan susunan pemerintahan, atribut Negara serta batas wilayah yang jelas. Jadi, apa yang dilakukan oleh Soekarno terhadap Rakyat Papua adalah tindakan makar, dan melanjutkan perampasan dan pembunuhan di tanah Papua.
Kemerdekaan Bangsa Papua 1 Desember 1961.
1 Desember Tahun 1961 merupakan Rakyat West Papua mendeklarasikan kemerdekekaanya. Bendera Bintang Kejora berkibar untuk pertama kalinya di Kota Hollandia, kini di kota Jayapura provinsi Papua. Sembari diiringi lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”. Akan tetapi, deklarasi tersebut tidak diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Setiap tanggal 1 Desember merupakan Hari dimana rakyat Papua memperingati Hari kemerdekaan Bangsa Papua. Dalam satu tahun sekali merupakan tanggal yang sakral bagi bangsa West Papua. Tahun ke Tahun bangsa Papua mengalami banyak hal, Mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, Perampasan Tanah Ada. Akhir-akhir ini menunjukan bahwa, Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara aktif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Papua melalui berbagai izin uaha ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal atau kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam lealitanya TNI-Polri sebagai alat negara menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan yang menimbulkan jatuhnya korban bagi warga sipil.
Dalam Tahun 2017-2025 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Artinya selama beberapa tahun berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses kemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak. Dengan demikian, Negara Indonesia gagal total membangun Sumber daya manusia di ata Tanah Papua.
Harapan Masyarakat Papua di masa depan.
Harapan bangsa Papua di masa depan sungguh di sayangkan kalau bangsa West Papua masih berada di bawah penjajahan Indonesia. Walaupun Diberikan Otsus, selama ini, hidup rakyat Papua sangat menderita, Otonomi khusus di Papua hanya menikmati segelintir orang, sedangkan TNI/Porli Meraja Lela di atas tanah Papua. Mereka mengayomi masyarakat Papua, namun mereka batasi suara kami.
Kami Bangsa west Papua Ingin hidup sendiri, biarkan kami bebas. Papua sudah merdeka sejak pengibaran bendera bintang kejora di Papua, tepatnya di Jayapura. Dengan demikian kami seluruh rakyat west Papua meminta mengakui kalau Bangsa Papua sudah merdeka sejak 1 Desember 1961. Penyakuan ini merupakan sebuah Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua, Agar masyarakat Papua tidak hidup dalam Penindasan Secara Ekonomi maupun Secara politik. Biarkan kami bebas bersama Cenderawasih yang tersisa, biarkan kami Manjaga jati diri kami sebagai orang Melanesia. Kami tidak mau, Tanah ini dipenuhi darah dan Air mata.
Selama Tanah Papua berada di bawah naungan Negara Indonesia, perbedaan pendapat selalu menjadi persoalan yang tak henti-henti diperdebatkan. Salah satu contoh Rasisme yang terjadi pada tahun 2019. Perbedaan secara Simbolis kami tidak bisa hidup berdampingan dengan Negara Indonesia. Secara hakikat sebagai manusia adalah makhluk sosial dan simbolis yang dinamis, kompleks, dan kaya. Dengan kemampuan bukan hanya secara rasional, namun secara afektif dan estetis. Mampu memiliki dimensi untuk memaknai hidup merupakan akal budi yang diberikan Tuhan kepada. Tulisan ini merupakan sebuah luapan emosi dan kritik sosial yang tajam mengenai sejarah relasi antara Papua dan pemerintah pusat Indonesia. ini menyajikan narasi yang bergerak dari penerimaan awal yang tulus menuju kekecewaan mendalam akibat pelanggaran janji dan kekerasan yang dialami masyarakat Papua. sentral yang diangkat meliputi marginalisasi, diskriminasi, kekerasan negara, dan tuntutan pengakuan sejarah pada 1 Desember 1961 merupakan tempat mendeklarasikan bangsa West Papua.
Kontras antara Penerimaan Awal dan Realitas Kekerasan
Awal mula hubungan digambarkan dengan penerimaan Papua terhadap integrasi, meskipun dihadapkan pada stereotip negatif seperti dianggap "kanibal, kotor, bau dan juga binatang." Penerimaan ini didasarkan pada semangat persaudaraan dan cinta, ditunjukkan melalui izin yang diberikan untuk membangun di tanah Tanah Papua. Namun, narasi ini segera berbalik tajam ketika penulis mempertanyakan makna cinta dan persaudaraan sejati. Kekecewaan ini diungkapkan melalui metafora pengkhianatan selama bertahun-tahun lamanya di atas tanah Papua
Pertanyaan retoris mengenai arti cinta, kawan, dan saudara menjadi inti kekecewaan atas janji yang tidak ditepati.
Kekerasan fisik digambarkan secara eksplisit: "mengurung ku dengan trali besi" dan "membunuh ku dengan tima panas."
Daftar Kekerasan dan Penderitaan yang Disebutkan secara spesifik menyebutkan serangkaian peristiwa berdarah sebagai bukti kekerasan sistemik yang dialami oleh masyarakat Papua. Peristiwa-peristiwa ini berfungsi sebagai penanda trauma kolektif yang berkelanjutan yang dialami masyarakat Papua.
Penulis Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua.
0 Komentar