Jayapura, 10 November 2025 Memperingati kematian aktivis Papua Theys H Eluay, omite Pimpinan Pusat Forum Independen Mahasiswa West Papua (KPP FIM-WP) menggelar aksi demonstrasi di depan Gapura Uncen Bawah, Abepura, Jayapura, Papua, pada Senin (10/11/2025).
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyuarakan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang dinilai masih menindas rakyat Papua melalui pendekatan militer dan proyek-proyek pembangunan yang dianggap merugikan masyarakat adat.
Sejak berdirinya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, perdebatan tentang status politik Papua terus menjadi kontroversi. Menurut FIM-WP, Papua dicaplok secara sepihak demi kepentingan penguasaan sumber daya alam, bukan karena keinginan rakyat Papua.
“Rakyat Papua yang bersuara dibungkam, ditangkap, dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh. Kekerasan ini bukan kebetulan, tapi pola sistematis yang terus berulang,” ujar salah satu orator dalam aksi tersebut.
Mereka juga menyoroti bahwa proyek-proyek investasi besar, seperti di Merauke dan Sorong, justru memperparah penderitaan rakyat. Kehadiran militer untuk mengamankan proyek disebut membuka ruang bagi kekerasan, perampasan tanah, dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Ketika militer hadir untuk mengamankan proyek, maka kekerasan, perampasan tanah, dan pelanggaran HAM akan terus terjadi. Nilai manusia Papua seolah sebanding dengan sisa-sisa uang hasil rampokan kekayaan alamnya sendiri,” tegas pernyataan mereka.
Sebagai bentuk sikap politik dan solidaritas terhadap rakyat Papua, KPP FIM-WP mengeluarkan 11 poin tuntutan penting kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagai berikut:
1. Hentikan kekerasan dan operasi militer terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, Yahukimo, dan daerah lainnya di Tanah Papua.
2. Hentikan seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan Kota Sorong yang mengancam kehidupan masyarakat adat Marind dan Moi.
3. Tutup semua perusahaan ilegal yang beroperasi di Tanah Papua dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.
4. Usut tuntas seluruh kasus pelanggaran HAM berat yang telah dan sedang terjadi di Tanah Papua.
5. Segera tutup PT Freeport Indonesia** dan kembalikan hak kedaulatan rakyat Amungsa atas tanahnya.
6. Hentikan operasi militer berskala besar** dan tarik seluruh pasukan non-organik dari Tanah Papua.
7.Pulangkan seluruh pengungsi sipil dari Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo, Lanny Jaya, dan Teluk Bintuni.
8. Karena militer terlibat dalam berbagai pelanggaran, kembalikan seluruh pasukan ke barak masing-masing.
9. Pemerintah harus serius memperhatikan kebutuhan pengungsi, termasuk menjamin kepulangan mereka ke rumah masing-masing secara aman.
10. Prioritaskan pendekatan humanis dan dialog sebagai jalan damai untuk menyelesaikan konflik di Tanah Papua.
11. Berikan hak penentuan nasib sendiri (Right to Self-Determination) sebagai solusi demokratis bagi rakyat bangsa West Papua.
Dalam pernyataan penutup, KPP FIM-WP menegaskan bahwa Papua bukan tanah kosong, melainkan tanah air rakyat bangsa Papua yang berdaulat.
“Selama penindasan masih berlangsung, perjuangan rakyat Papua tidak akan pernah berhenti,” tegas mereka.
Penulis: Alpius Petege

0 Komentar