Oleh:
Oktopianus Wakei
Dari plosok terpencil, harapan mula terbit, Impian bagi tanah, tak pernah punah, tak pernah keriput. Berdiri di pondasi, sekuat baja, tegar tak gentar, Mengikuti jejak leluhur, yang gagah berlayar.
kami berdiri, bagai kapal
yang sunyi, Terombang-ambing hampa, tanpa nahkoda sejati. Kami punya banyak
ide, ilmu yang kami junjung, Musnah dan dicuri, saat kami terkurung.
Kami merindukan ruang, tempat kepala diletak, Sebuah Hamewa suci, bagi kami berpijak. Di sana kopi mengepul, diskusi takkan henti, Agar bara harapan, tak pernah lagi mati.
Ide yang membara, ingin menjadi
pijar, Mencari cahaya terang, di tengah badai yang kasar. Kami yang tahu
pahitnya, kota rantau yang keras, Berharap uluran tangan, dari mereka yang
berkelas
Mentari pagi datang, namun tiada
celah, Hanya harapan yang sama, yang selalu terbelah. Hanya doa yang sama, dari gubuk ke gubuk, Mengulang siklus hari, dalam nuansa yang lama.
Maka dengan lantang, jiwa kami
berseru, Kami kan berjuang, hingga harapan itu bertemu. Kami ikrarkan setia,
dengan hati yang tulus, Agar impian besar, tak pernah lagi hangus.
Asrama
Suadaya, Engkaulah Rumah dan Hamewa kami, Asrama
Suadaya, Engkaulah Impian dan Harapan sejati. Berikan kami ruang, agar
kami mampu berkarya ditanah Papua, sesuai dengan cita-cita kami.

0 Komentar