Pembangunan Asrama Swadaya RPM Simapitowa di Jayapura: Simbol Komitmen Membangun SDM yang Unggul


Oleh: Melkias Butu

Asrama bagi pelajar dan mahasiswa bukan sekadar bangunan tempat tinggal. Ia adalah simbol peradaban, ruang tumbuhnya gagasan, dan wadah pembentukan karakter generasi muda. Di tanah Papua, asrama menjadi “sekolah kedua” yang membentuk cara berpikir, rasa persaudaraan, dan semangat kolektif anak-anak muda dari berbagai pelosok wilayah. Dari sinilah muncul para pemimpin, intelektual, dan aktivis yang kelak kembali membangun daerah asalnya.

Bagi Rumpun Pelajar dan Mahasiswa Siriwo, Mapia, Piyaiye, Topo, dan Wanggar (RPM Simapitowa), keberadaan asrama swadaya di Jayapura memiliki makna yang lebih dari sekadar tempat tinggal. Ia adalah simbol kebangkitan dan komitmen bersama membangun sumber daya manusia (SDM) di wilayah Simapitowa  wilayah yang mencakup dua kabupaten, Dogiyai dan Nabire. Pembangunan asrama ini menjadi momentum penting untuk memperkuat dasar pendidikan, karakter, dan solidaritas di antara generasi muda Simapitowa.

Bagi mahasiswa Papua, asrama bukan hanya tempat tidur dan belajar. Ia adalah ruang hidup bersama di mana nilai-nilai sosial, budaya, dan pendidikan berbaur menjadi pengalaman nyata. Di asrama, pelajar dan mahasiswa belajar mengatur diri, berbagi, berdiskusi, bahkan berdebat untuk mencari jalan keluar dari persoalan bersama. Di sinilah mental, tanggung jawab, dan semangat juang ditempa.

Pembangunan asrama swadaya RPM Simapitowa di Jayapura mencerminkan kesadaran baru bahwa pembangunan SDM tidak dapat dilepaskan dari pembinaan karakter dan solidaritas. Pendidikan tinggi tanpa karakter hanya melahirkan manusia pintar tapi kehilangan arah. Sebaliknya, asrama yang hidup dan aktif dapat melahirkan manusia berilmu yang memiliki kepedulian terhadap tanah dan bangsanya.

Menurut Wikipedia, sumber daya manusia (SDM) adalah unsur vital yang tidak dapat dipisahkan dari organisasi mana pun. SDM berperan sebagai penggerak, pemikir, dan perencana dalam mencapai tujuan bersama. Dalam konteks wilayah Simapitowa, penguatan SDM menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan pendidikan di masa depan.

Wilayah Simapitowa kaya akan sumber daya alam tanah subur, hasil hutan, dan potensi budaya namun tantangan terbesar justru terletak pada kualitas manusia yang mengelolanya. Tanpa manusia yang berpendidikan, berkarakter, dan memiliki visi, kekayaan alam hanya akan menjadi cerita tanpa nilai tambah bagi masyarakatnya.

Karena itu, pembangunan asrama swadaya Simapitowa di Jayapura merupakan langkah strategis untuk menyiapkan manusia-manusia tangguh yang kelak kembali ke tanah kelahiran dengan ilmu dan semangat membangun. Ini adalah bentuk investasi sosial jangka panjang bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk generasi mendatang.

Gagasan membangun asrama swadaya ini bukan muncul tiba-tiba. Sejak tahun 2007, beberapa intelektual dan tokoh muda Simapitowa telah menggagas pentingnya memiliki asrama permanen di Jayapura. Saat itu, mahasiswa dari wilayah Simapitowa tinggal berpencar di berbagai tempat kos dengan kondisi yang terbatas. Tidak ada ruang bersama untuk mengkonsolidasikan ide, merawat persaudaraan, dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi.

Melihat kenyataan tersebut, para pendahulu Simapitowa bersepakat bahwa membangun asrama adalah solusi terbaik. Namun, karena keterbatasan dana, mimpi itu berjalan perlahan. Meski begitu, semangat gotong royong tidak pernah padam. Melalui sumbangan sukarela dari para orang tua, tokoh intelektual, serta hasil dari kegiatan Turnamen Simapitowa Cup yang rutin diselenggarakan setiap tahun, dana sedikit demi sedikit mulai terkumpul.

Turnamen Simapitowa Cup bukan hanya ajang olahraga, tetapi juga wadah solidaritas dan persatuan bagi pelajar dan mahasiswa Simapitowa di wilayah Nabire–Dogiyai–Jayapura. Dari lapangan bola dan semangat kebersamaan itulah, lahir tekad membangun rumah sendiri sebuah asrama yang menjadi milik bersama.

Kenyataan sosial di tanah Papua hari ini menunjukkan bahwa generasi muda sering kali dihadapkan pada godaan dan ancaman perpecahan. Politik, kepentingan ekonomi, dan pengaruh luar kerap memecah belah solidaritas anak-anak muda Papua. Di wilayah Meepago khususnya, semangat persatuan harus terus dijaga agar tidak luntur oleh arus zaman.

Dalam konteks itu, asrama swadaya Simapitowa bukan sekadar bangunan fisik, tetapi benteng persatuan dan identitas bersama. Di tempat inilah mahasiswa dari berbagai distrik dan kampung belajar hidup bersama, saling menghargai, dan menumbuhkan rasa saling memiliki. Asrama menjadi laboratorium sosial tempat tumbuhnya karakter pemimpin, pejuang literasi, dan penggerak pembangunan di masa depan.

Lebih dari itu, asrama juga menjadi simbol perlawanan terhadap ketergantungan dan individualisme. Dengan membangun asrama secara swadaya, pelajar dan mahasiswa Simapitowa membuktikan bahwa mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan kerja keras, solidaritas, dan semangat kolektif.

Melalui pembangunan asrama swadaya ini, pelajar dan mahasiswa Simapitowa ingin menegaskan satu hal: masa depan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibangun dengan kerja nyata. Asrama menjadi cermin tekad dan mimpi besar generasi Simapitowa untuk memiliki ruang belajar yang layak, lingkungan yang mendukung, dan rumah yang melahirkan intelektual berkarakter.

Namun, perjuangan ini tidak bisa berjalan sendiri. Pembangunan asrama membutuhkan dukungan nyata dari berbagai pihak  mulai dari pemerintah daerah, kepala-kepala distrik dan kampung, para intelektual Simapitowa, hingga masyarakat umum. Dengan dukungan itu, cita-cita membangun SDM unggul di wilayah Simapitowa bukan lagi sekadar wacana, tetapi kenyataan yang dapat diwujudkan.

Pembangunan asrama ini adalah investasi untuk masa depan. Ia menegaskan komitmen bahwa anak-anak Simapitowa tidak boleh menjadi penonton di atas tanahnya sendiri. Mereka harus menjadi pelaku, perencana, dan penjaga masa depan wilayahnya.

Maka, membangun asrama berarti membangun manusia. Dan membangun manusia berarti membangun peradaban. Dari Jayapura, suara generasi Simapitowa bergema: kami siap membangun tanah kami dengan ilmu, solidaritas, dan cinta terhadap sesama.


Penulis adalah Mahasiswa Universitas Cenderawasih,  dan Anggota RPM SIMAPITOWA di Jayapura (Angkatan 2021).



Posting Komentar

0 Komentar